Selain merobohkan pagar dari sesek (anyaman bambu) yang menutup lokasi itu, warga juga merusak gubuk yang ada di dalamnya.
Sejauh ini, aparat kepolisian masih melakukan penyelidikan terhadap aksi perusakan oleh warga tersebut. Warga mengatakan, perusakan dilakukan karena di lahan tersebut bakal didirikan pondok pesantren (ponpes). Namun, pemilik lahan yang juga anggota Jamaah Ansorut Tauhid (JAT) dan simpatisan Abu Bakar Ba’asyir, Sutrisno, membantah di lahan tersebut akan berdiri ponpes.
Siang itu, puluhan warga Desa Betro, baik dewasa maupun anak-anak, beramai-ramai mendatangi lokasi. Tanpa dikomando, mereka langsung merobohkan pagar sesek yang mengelilingi lahan.
Tak hanya itu, mereka juga mengincar gubuk yang diduga warga sebagai tempat berkumpulnya rekan-rekan Sutrisno. Gubuk yang ada di tengah lahan seluas 800 meter persegi ini pun dirobohkan.
Tak ada korban jiwa dalam aksi ini. Sebab, selain tak ada perlawanan, lokasi pekarangan yang diserbu warga ini belum berpenghuni. Setelah aksi yang berlangsung dalam hitungan menit, warga pun membubarkan diri.
“Kampung ini tidak boleh dikotori oleh paham teroris,” ujar Wahono, salah satu warga.
Menurut Wahono, di pekarangan yang dipagari bambu di sekelilingnya ini ditengarai bakal dibangun ponpes. Dugaan itu dikaitkan dengan keberadaan sebuah gubuk di tengah pekarangan, yang menurut warga kerap dipergunakan sebagai tempat pertemuan jamaah. Kadang juga terlihat wanita bercadar mendatangi lokasi itu.
Di lokasi itu, menurut warga, juga pernah terlihat diadakan semacam latihan baris-berbaris, senam dan lari. Warga khawatir itu adalah pelatihan ala militer dari kelompok garis keras.
“Kami hanya mengantisipasi karena tidak ingin di kampung ini kemudian bercokol bibit teroris. Kami tidak ingin terjadi seperti di Bima, Nusa Tenggara Barat,” ujarnya.
Untuk diketahui, sebuah ponpesdi Bima dinyatakan ilegal oleh pemerintah karena mendidik santrinya menghunus pedang dan membuat bom. Ponpes itu dicurigai terkait jaringan terorisme.
Ustad Imron, warga Desa Betro lainnya, menyatakan bahwa pelatihan baris-berbaris dan lari itu wajar mengundang kecurigaan. Sebab, pelatihan itu dilakukan di tempat yang relatif tertutup.
Menurut warga, kelompok garis keras juga pernah diusir dari Desa Ngares Kidul, Kecamatan Gedeg, pada 12 Maret 2007 silam. Penyebabnya, para anggota kelompok itu mengalihfungsikan kantor PKK sekaligus kantor posyandu menjadi musala.
”Warga resah, karena ajaran kelompok itu mengkafirkan Pancasila,” ujar ustad Imron.
Sementara itu, pemilik lahan yang dirusak warga, yakni Sutrisno (45), membantah jika di lahan tersebut akan didirikan ponpes. Menurut Sutrisno, pekarangan yang baru dibelinya itu akan dibuat tempat usaha kayu. ”Bukan untuk pondok pesantren, tapi untuk usaha kayu,” katanya.
Sutrisno, yang tinggal di Desa Betro, mengatakan bahwa di tempatnya tidak ada kegiatan apapun seperti yang ditudingkan warga. Kalau di sekeliling lahannya dipagari sesek, hal tersebut demi keamanan barang-barang usaha nanti.
Rumah Sutrisno berjarak sekitar 200 meter dari pekarangan yang dirusak warga. Sutrisno mengakui, dirinya memang anggota JAT dan sebagai anak buah Abu Bakar Ba’asyir. Tapi, kata dia, pekarangan yang dirusak warga tak ada kaitan sama sekali dengan kegiatan keagamaannya.
Sutrisno berencana melaporkan aksi perusakan tersebut ke polisi. Selain itu, dia juga dia akan meminta bantuan JAT pusat. ”Tidak tahu bagaimana keputusan dari JAT pusat,” ucapnya.
Sutrisno menduga, ada penghasut di balik aksi perusakan oleh warga. Ia menyebut salah satu tokoh desa setempat sebagai dalangnya. ”Ini sesungguhnya sentimen pribadi, tokoh itu kan masih saudara saya,” katanya.
Pasca kejadian, beberapa rekan Sutrisno datang ke lokasi. Lebih dari 10 orang tiba dengan memakai sepeda motor. Mereka hanya melihat-lihat lokasi yang sempat dirusak warga.
Kapolsek Kemlagi AKP Romhadi menyatakan, polisi masih melakukan penyelidikan terkait aksi perusakan oleh warga tersebut. Kata Romhadi, pihaknya juga akan menyelidiki apakah aktivitas JAT di Desa Betro seperti yang dicurigai warga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar