Minggu, 03 November 2024

Mangga Merah dari Bayeman Situbondo

Hikayat yang membentuk identitas sebuah daerah bisa dari mana saja. Bisa dari apa saja. Termasuk dari sebuah desa, dan sebatang pohon mangga.

Syahdan pada medio 2004 di Desa Bayeman, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, datanglah seorang pria dari Taiwan membawa mangga merah. Disebut mangga merah, karena warna kulitnya memang merah. Tidak seperti mangga umumnya yang berwarna hijau dan menguning saat matang.

Tiga pohon ditanam di Bayeman. Dua pohon yang sambung pucuk hanya berbuah sekali, dan kemudian pada musim berikutnya kembali berbuah mangga pada umumnya. Hanya satu pohon yang hidup dan menghasilkan buah mangga berwarna merah. Di sekitar pohon induk inilah dikembangkan 15 pohon lainnya.

Mangga merah ini belakangan disebut mangga arum gadung. Dari sisi cita rasa, hampir sama dengan mangga arum manis atau gadung. Buah ini lebih tahan terhadap hujan dan musim panennya lebih lambat tiga bulan dibandingkan mangga yang pada umumnya dipanen pada Oktober.

Sunardi, seorang petani buah dan pegiat Asosiasi Mangga Situbondo, mencoba menanam satu pohon. Saat awal, pohon itu menghasilkan 10 kilogram buah. Tahun selanjutnya bisa menjadi 25-50 kilogram.

Kehadiran mangga merah ini melengkapi sejumlah jenis mangga yang sudah tersedia di Situbondo, antara lain mangga manalagi Situbondo dan mangga gadung arum manis yang terbanyak di kota ini, serta mangga manalagi Probolinggo dan mangga golek.

Kendati memiliki ciri khas unik, selama bertahun-tahun mangga merah ini belum dikembangkan secara luas. Ada tiga kecamatan di Situbondo yang menjadi sentra budidaya mangga, yakni Arjasa, Jangkar, dan Panji. Namun mangga merah terbanyak masih dikembangkan di Arjasa dan Jangkar.

Pengembangan baru dilakukan pada masa kepemimpinan Karna Suswandi yang dilantik menjadi Bupati Situbondo pada medio Februari 2021. Semua berawal dari keinginan Karna untuk melihat kembali kejayaan mangga manalagi 69 Situbondo. Dia ingin menjadikan mangga jenis tersebut sebagai bagian dari identitas Situbondo.

Namun Haryadi Tejo Laksono, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Situbondo saat itu, melihat ada kendala. Mangga tersebut ternyata sudah terdaftar di Kementerian Pertanian sebagai varietas unggul milik Pasuruan dan Probolinggo. Situbondo kecolongan selangkah.

“Tapi ada lagi mangga asli Situbondo yang bukan jenis manalagi,” kata Haryadi.

“Kok bisa?” tukas Bupati Karna antusias.

“Ini ada mangga di Desa Bayeman, Kecamatan Arjasa. Namanya mangga arum merah. Mangga itu lokal situbondo dan warnanya merah, masuk jenis premium,” kata Haryadi.

Karna lantas memerintahkan Haryadi untuk menindaklanjuti pengembangan mangga ini. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Situbondo sendiri memang tengah bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Buah (Balitbu) di Kabupaten Solok, Sumatra Barat.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Situbondo mengembangkan satu-satunya pohon induk entres yang tersisa. Entres adalah batang atas tanaman yang menjadi calon bagian atas atau tajuk tanaman yang di kemudian hari akan menghasilkan buah berkualitas unggul. Tim dari Balitbu turun dan melakukan uji kebenaran sebagai syarat untuk mengajukan proposal usulan ke Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian.

Bupati Karna juga memerintahkan Haryadi untuk mengurus sertifikasi indikasi geografis bagi buah mangga tersebut. Setelah sertifikasi dengan nama mangga arum merah terbit, Haryadi memviralkannya di media sosial untuk mencegah klaim dari daerah lain.

Namun semua ketersediaan syarat formal itu tidak akan berguna tanpa budidaya massif mangga arum merah di masyarakat. Apa kata dunia jika orang kesulitan mencari mangga arum merah di Situbondo yang sudah dicatat sebagai daerah asal buah tersebut?

Haryadi pun menemui Sunardi. Mereka sudah lama saling kenal dan sering ngobrol soal banyak hal. “Pak, mari kita kembangkan mangga merah ini ke depan, karena sudah atas nama Kabupaten Situbondo,” kata Haryadi.

Sunardi sepakat. “Saya mendukung sebagai pengurus kelompok di sini,” katanya.

Sunardi tahu mangga arum merah memiliki potensi besar di pasar. Budidayanya mudah sebagaimana budidaya mangga jenis lainnya. Selama ini dia dan para petani mangga belum mengembangkannya karena terbatasnya entres. Baru ada 50 pohon mangga arum merah yang pada saat buku ini ditulis belum berbuah.

Penyakit dan hama yang dihadapi dalam budidaya mangga juga tidak banyak. Persoalan klasik yang muncul beberapa kali adalah hama kutu loncat yang bisa memunculkan titik hitam pada mangga dan menurunkan kualitas. Kendati terkesan remeh, namun kutu loncar bisa menyerang lebih dari separuh lahan mangga. Jika kutu loncat muncul, semprotan insektisida jadi andalan.

Dukungan dari petani buah mangga ini melegakan Haryadi. Tahun 2023, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan mengembangkan empat ribu pohon mangga merah. Mereka juga memberikan bantuan 500 bibit pohon masing-masing kepada lima kelompok petani di Kecamatan Arjasa dan Jangkar.

Haryadi mengusulkan pembuatan Kebun Blok Fondasi di Desa Gelung, Kecamatan Panarukan. Kebun ini dibangun untuk menyediakan benih seluruh Indonesia, termasuk mangga arum merah, mangga manalagi, mangga garista, dan semua jenis mangga yang hanya ada di Pasuruan. Batang atasnya dijadikan bibit dan dijual di seluruh Indonesia.

Dan dari sebuah mangga, Situbondo berbagi cita rasa dan cerita dengan nusantara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar